Minggu, 25 Januari 2009

Ngagoes Sapedah untuk Jalur Sepeda


Ngagoes sapedah, bahasa sunda yang secara harfiah berarti mengayuh sepeda merupakan kenangan tersendiri bagi tiap orang. Alasannya karena hampir semua dari kita melewati masa kecil dengan bersepeda. Begitu juga dengan Boemi Indonesia yang diwakili oleh Oginawa Ramadhan dan Vita Khairunisa saat ikut bersepeda bersama dalam acara “Ngagoe5apedah” yang diadakan Minggu, 21 Desember 2008 oleh siswa-siswi SMAN 5 Bandung


Pagi itu Boemi Indonesia datang dengan menggunakan sepeda juga. Pkl 08.00 WIB, 200-an lebih peserta yang berasal dari pelajar & guru SMAN 5 dan undangan sudah berdatangan dan kumpul di lapangan SMAN 5. Barisan pertama di pintu gerbang terlihat dua wanita cantik berselempangkan kain putih dengan tulisan ‘Jawa Barat’ dan ‘Putri Indonesia Lingkungan 2008’. Dua wanita tersebut yang sudah siap dengan sepedanya adalah Astri Megatari sebagai Putri Indonesia 2008 Jawa Barat dan Ayu Diandra Sari yang merupakan Putri Lingkungan Hidup Indonesia 2008.

Ratusan orang di pagi itu mempunyai kesibukan dan ekspresi yang berbeda. Tampak beberapa siswa SMAN 5 sedang berbincang santai menunggu keberangkatan konvoi sepeda. Ada juga yang masih sibuk dengan mengutak-atik sepedanya. Tidak luput juga, mereka yang masih sibuk bolak-balik dengan handy talky-nya di tangan. Ya, mereka adalah para panitia yang mempersiapkan dan akan memutuskan kapan rombongan ngagoes sapedah akan dilepas.

Diantara para panitia dari SMAN 5 terlihat satu yang menonjol. Dia adalah gadis kecil yang terus berbicara dengan handy talky. Gadis kecil tersebut adalah Kinanti Adyawardhani (16) selaku ketua panitia Ngagoes Sapedah. Tiba saatnya dia ke depan untuk memberikan sambutan. “Semoga acara sepedahan ini ada gaungnya dan kita semua dapat manfaat dari acara ini,” pekik Kinan dalam sambutannya.

Rute dan Penyerahan Plakat
Barisan pertama konvoi yang diisi oleh dua Putri Indonesia dan ketua Bike To Work Bandung pun keluar gerbang SMAN 5. Untuk pimpinannya rombongan dikawal polisi dan andong yang sudah dipersiapkan panitia. Di barisan kedua para guru menyusul yang disambung dengan ratusan peserta lainnya.

“Rutenya akan keliling Indonesia,” seloroh Kinan. Maksudnya ruas yang dilalui mewakili nama-nama pulau/daerah di Indonesia. Diantaranya Jl Beliting, Jl Sumatra, Jl Sunda, Jl Lombok, Jl Aceh dan Jl Kalimantan.

Sayangnya rute yang direncanakan melewati Balaikota dibatalkan karena Walikota Bandung, Dada Rosada berhalangan hadir. Rencananya dengan datang ke kantor walikota tersebut rombongan akan menyerahkan bibit tanaman dan plakat yang berisi petisi dukungan agar diadakannya jalur khusus sepeda (bike lane) di Bandung pada 2009. “Petisi itu dibuat berdasarkan janji yang dikatakan walikota pada acara Lets Go Bike di Taruna Bakti beberapa bulan lalu perihal rencana akan membuat bike lane di tahun 2009,” ungkap Kinan.

“Penyerahan plakat kepada Walikota Bandung diundur sampai waktu yang akan ditentukan,” jawab Alif selaku Humas dalam acara tersebut perihal mengenai dibatalkannya penyerahan plakat saat acara Ngagoes Sepedah, Minggu 21 Desember 2008.
Selesai kampanye bersepeda, rombongan kembali lagi ke SMAN 5 dan Taman Centrum samping sekolah tersebut. Acara hiburan dan penutup diadakan di Taman Centrum sedangkan Media Briefing yang diikuti Travel Trend diadakan di salah satu ruangan sekolah. Sesi hiburan juga diselipi dengan talkshow bertopik “Ngagoes Sepedah: Rame-rame Kurangi Emisi”.

Pembicara talkshow terdiri dari Kinan ketua panitia Ngagoes Sepedah, Syaeful Rochman selaku Managing Director Greeners, Satiya Adi Wasana sebagai ketua Bike To Work Bandung, kedua Putri Indonesia 2008 Astri Megatari dan Ayu Diandra Sari serta Grace Pietersz dari radio Walagri sebagai moderator.

Ayu Diandra, Putri Lingkungan Hidup Indonesia 2008 mengaku ingin sekali ikut mendorong segera terciptanya jalur sepeda di kota Bandung. “Karena saya sendiri juga pengayuh sepeda,” tambahnya. Dua Putri Indonesia diajak SMAN 5 Bandung untuk membantu mengajak lebih banyak orang mengubah gaya hidup agar lebih ramah lingkungan dan ramah kesehatan.


Selengkapnya...

Djuariah, Akrab dengan Sampah


Dua tahun lalu, Djuariah Djajang masih dengan pekerjaan ibu rumah tangga dan menjadi sekretaris di pengurus sekolah anak-anak (Play Group & TK) di daerah rumahnya. Rutinitas tersebut berubah dan bertambah setelah ia mengikuti pelatihan dalam mengolah sampah plastik di Surabaya

Ibu-ibu rumah tangga juga dapat produktif asalkan diberi pengetahuan dan dibina secara serius dalam melakukan sesuatu, seperti Djuariah Djajang. Berawal pada 2006 dengan kedatangan LSM di daerah rumahnya tentang penyuluhan agar para warga sekitar tidak membuang sampah ke sungai Cikapundung.

Berlanjut setelah itu. Dengan LSM yang sama, Djuariah bersama tiga rekan di daerah rumahnya dibiayai untuk pergi ke Surabaya pada Juni 2007. Di kota pahlawan itu selama empat hari nenek satu cucu tersebut ikut pelatihan dalam mengolah sampah kemasan konsumsi rumah tangga, seperti bungkus mie.

Sepulang dari Surabaya, Djuariah langsung mempraktikkan ilmu yang didapatnya. “Kalau di Surabaya pelatihannya hanya bungkus Indomie saja kemudian saya kembangkan di Bandung dengan kemasan-kemasan lain, contohnya kemasan kopi, pewangi pakaian, pewangi lantai, dll ,” ujar Djuariah dengan semangat.

Berhasil mengolah sampah kemasan-kemasan tersebut menjadi barang-barang kebutuhan manusia tidak membuat berhenti sampai disitu. Eksperimen terus dilakukan, dari yang paling gampang membuat tas jinjing, sampai tempat tisu, tempat pensil sampai sajadah dibuat dari kreativitas dan keahlian ibu dua anak tersebut.

Setelah lahir barang-barang unik dari sampah rumah tangga, Djuariah langsung memberikan merk pada produk buatannya. Second Lines merk dari produk tersebut, “Apabila usaha daur ulang sampah ini sukses dan bapak (suami) sudah pensiun maka usaha ini akan menjadi usaha cadangan,” cerita Djuariah tentang pemilihan nama Second Lines. Nenek yang suka olahraga jalan kaki dan senam lansia ini mengakui pemilihan merk tersebut berasal dari ide anak-anak.

Bermodal dengan lima ratus ribu rupiah dari hasil pemenang arisan. Istri dari Djajang Ruchiyat ini telah bekerja sama dengan delapan kader ibu-ibu rumah tangga warga sekitar untuk membantunya dalam pembuatan produk Second Lines. Untuk pengadaan bahan baku sering kali Djuariah dikirimkan sampah kemasan-kemasan oleh para tetangganya dengan menaruh di halaman rumahnya.

“Kadang-kadang saat buka pintu rumah pagi hari tumpukan sampah sudah berjejer,” ungkapnya. Sekarang, Djuariah sudah balik modal dan tinggal memutar uang hasil keuntungan dari penjualan produk tersebut.

Berkat kegigihan dan kerja kerasnya dalam mengurangi sampah bahkan menjadi barang yang berguna ditambah sering membagikan ilmu tersebut, Djuariah mendapat penghargaan Kalpataru tingkat provinsi. Pada 26 Juli 2008, Djuariah menerima penghargaan tersebut langsung dari Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan di Indramayu. “Ini (kalpataru) merupakan penghargaan yang paling membanggakan diantara sederet penghargaan lainnya yang sudah saya dapatkan,” ucap Djuariah dengan antusias.

Selengkapnya...

Bagaimana dengan Bandung?


Tujuh bulan belakangan ini masyarakat Jabodetabek yang hobi bersepeda khususnya yang bersepeda untuk kegiatan sehari-hari mendapatkan kabar gembira berturut-turut. Kabar tersebut adalah dibangunnya jalur sepeda di lingkungan kampus Universitas Indonesia (UI), Juli 2008 dan rencana pembangunan jalur sepeda dan pejalan kaki (pedestrian) yang menghubungkan Taman Suropati dan Monas, Oktober 2008. Bagaimanakah dengan Bandung?

Bandung yang dulu merupakan kota sepeda layaknya D.I. Yogyakarta sudah berubah menjadi kota metropolitan yang arus lalu lintasnya selalu padat. Tengok jalan Asia Afrika saat jam pulang kerja atau perhatikan di daerah Pasteur dan sekitar Dago (jalan Ir. H. Djuanda) saat akhir pekan. Itulah “wajah” kota Bandung sekarang, yang dulu orang mengenal sebagai kota pegunungan yang sejuk.

Kondisi tersebut memang benar apa adanya. Tapi coba sejenak datang ke Taman Cikapayang, Dago setiap jum’at sore. Di tempat tersebut berkumpulnya para pengguna sepeda, seperti Komunitas Pekerja Bersepeda Indonesia (Bike To Work chapter Bandung), Flatland (komunitas BMX), BAM (Bandung All Mountain) juga komunitas sepeda low rider pada hari lainnya. Hal tersebut menunjukkan masih ada semangat dan kemauan minoritas masyarakat Bandung untuk merubah gaya hidup dalam bertransportasi pada lima tahun belakangan ini.

Kondisi diatas disambut positif Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Seperti yang dikatakan Asep dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota Bandung saat bersepeda bersama Wakil Walikota Bandung, Ayi Vivananda untuk membersihkan pohon pelindung jalan dari reklame-reklame, Sabtu (1/11). Ia mengatakan akan ada hari bersepeda di Bandung pada 2009. “Rencana tersebut akan di masukkan ke dalam APBD Bandung 2009 dan mengenai rute kita masih mendiskusikannya dengan berbagai pihak,” tambahnya.

Rencana dari Dinas PU tersebut disambut baik Sita Anisah, 26 tahun, Humas Bike To Work Bandung. “Walaupun tidak dibuatkan jalur sepeda, setidaknya rencana hari bersepeda membuat penggunaan sepeda dilirik masyarakat lain,” ucapnya. Wanita yang sedang melanjutkan S-2 Teknik Manajemen Industri ITB ini menambahkan dengan adanya hari bersepeda membuat para pengguna sepeda mempunyai hak lebih dibanding hari-hari biasanya.

Sita berpendapat tentang jalur sepeda di kampus UI Depok dan rencana jalur sepeda dari Taman Suropati – Monas menunjukkan para pengguna sepeda mendapatkan pengakuan sosial. “Dengan adanya jalur sepeda, kita (pesepeda) mempunyai hak jalan,” katanya.

Hebatnya, Walikota Bandung, Dada Rosada menjanjikan pembangunan jalur sepeda di Bandung. “Setidaknya dari Alun-alun sampai Balai Kota (kantor walikota),” cerita Sita, yang sehari-hari menggunakan sepeda dengan rute Kanayakan - jalan Ganesa. Janji tersebut merupakan oase bagi para pengguna sepeda di kegersangan transportasi kota Bandung.

Di Jakarta proyek percontohan jalur sepeda dari Taman Suropati – Monas sejauh lebih kurang 3,5 kilometer merupakan kerja sama Dinas Pertamanan & Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan Peta Hijau Jakarta dan Bike To Work Indonesia. Bagaimana dengan Bandung?


Selengkapnya...

Senin, 19 Januari 2009

Apa Salahnya Jadi Tukang Parkir


Kring-kring ada sepeda...
Sepedaku sepeda jadul...
Kupunya sudah lama...
Karena ga’ ada dana...
Sepenggal lirik lagu anak-anak yang diplesetkan, menggambarkan perasaan seorang anak karena punya sepeda baru, begitupun kehidupan seorang Anto Jadul dengan sepeda ontelnya yang menggambarkan kehidupannya pula.
Kota tua menyimpan berjuta memori indah yang terlihat dari bangunan-bangunan tuanya yang masih berdiri kekar dan penuh eksotis. Para wargapun berbondong-bondong mendatangi tempat penuh sejarah tersebut yang menjadi saksi bisu awal terbentuknya kota Batavia pada masa itu dan sekarang menjadi kota Jakarta.


Mereka mendapatkan sensasi yang berbeda bila datang ke sana, kawasan tersebut seolah-olah kembali seperti hidup kembali dan menemukan jantung kehidupannya dengan senyuman dan canda tawa para pengunjung. Tak hanya itu, kawasan kota tua kini banyak dijadikan tempat para fotografer menorehkan gambar di dalam kamera-kamera yang kaya akan teknologi.
Ketika kita sampai, hawa tempo doeloe sangat terasa kental dengan adanya bunyi kring-kring dari sepeda ontel yang banyakk lalu lalang di sekitaran kota tua tersebut. Suasana lebih syahdu lagi ketika melihat para keluarga menggelar tikar dan ada gelak tawa serta tangis kecil dari bocah-bocah yang sedang bercanda. Pasangan muda-mudibpun turut melengkapinya dengan mengendarai sepeda ontel, “saya ingin mencari suasana tempo doeloe dengan cewe saya, habis kalau di tempat lain sudah biasa,” tegas seorang pemuda, Rio (17).

Diantara pengguna sepeda ontel terlihat sosok yang kontras dari orang-orang yang sedang menikmati suasana kota tua. Ia muncul dari balik pohon rindang dengan mengenakan baju kompeni jaman dahulu (jadul), jam rantai saku, membawa kamera tua yang masih berfungsi dengan mengayuh sepeda ontel dan selalu menebar senyum kepada orang yang dilewatinya seolah menebar pesona.
Ialah Anto Jadul biasa ia disapa yang memiliki perawakan langka sesuai dengan namanya, berwajah orang dulu yang khas dan penuh eksotis yang menjadi daya tarik para pengunjung untuk mengajaknya berfoto-foto. “Aku sekeluarga menaiki sepeda ontel ini, kiri kanan keranjang barang, nah, di atas keranjang itu anakku yang kecil aku taro, aku nuntun, istriku bagian dorong sama ngerem, rumahku kawasan pegunungan.”Ujarnya.

Pria kelahiran Jakarta 11 Maret 1973 ini sering kita jumpai di salah satu televisi swasta sebagai pembawa acara riwayatmoe doeloe. Ketika menjumpainya di kota tua tidak terpikirkan sosok yang penuh sederhana dan unik ini adalah seorang tukang parkir di kawasan perbelanjaan Glodok Jakarta. Anto mengakui sangat menyukai pekerjaannya sebagai tukang parkir, “pahalanya gede, bayangkan, jagain mobil yang harganya ratusan juta hanya dengan dua ribu tiga ribu, motor yang harganya jutaan hanya dengan seribu, itu merupakan amanat.”
Anto memulai kariernya di dunia model sejak empat tahun silam, dia mengaku awalnya pernah difoto oleh seorang mahsiswi ITB ketika turun dari busway dan melihat Anto sedang mengendarai sepeda ontel dengan kostum kompeninya yang selalu ia kenakan sehari-hari sampai pada saat markirpun masih ia kenakan. Wanita itu ternyata kekasih seorang editor majalah playboy, dan beliaupun tertarik untuk mengangkat mas Anto menjadi model. Dari sana mulailah Anto jadul mengenal dunia entertainment yang sampai sekarang masih ia geluti. “Saya konsisten dengan jadul, mungkin ini yang membawa saya samapai jadi sekarang (artis-red).”Ujar pria yang mempunyai nama lengkap Herwanto.

Walaupun pernah merantau Semarang menjadi tukang gali dan bergaul dengan pemulung, ia selalu menikmati apa yang ia bisa kerjakan selama itu masih halal karena baginya tidak ada rasa malu asal apa yang ia kerjakan bermanfaat bagi orang. “Waktu saya bergaul dengan pemulung saya mempunyai misi menyelamatkan kertas kuno, saya harus melihat peluang di mana saya berada.” Jelasnya. Pria yang pada masa kecilnya mengaku kutu buku dan menyukai ensiklopedi ini selalu pintar menyerap ilmu dari tempat dimana ia berada, sampai belajar editing fotopun ia dapat dari pergaulannya bersama fotografer-fotografer.

Sebagai kepala keluarga, Anto jadul juga memiliki cita-cita bersama keluarganya, “saya ingin memenuhi keinginan istri saya, bisa bertahan hidup sampai anak-anak dewasa.” Ujarnya. Memang, sang istri mempunyai kanker rahim sejak lama dan sekarang hidupnya tergantung dengan obat. “Allah itu maha adil, walaupun keadaan begini istri saya dibantu oleh fotografer Yudistira yang membiayai operasi kanker rahimnya.” Ungkapnya.

Semangat Anto dalam menjalani hidup merubah nasibnya yang dulu pernah tinggal di emperan dan berpindah-pindah temapat sekarang sudah bisa mengontrak walaupun kecil. Anto juga berkeinginan suatu saat nanti bisa memiliki rumah yang di depannya ada musholla. Pria ini memang sangat taat beragama, ditengah-tengah kesibukannya menjadi pembawa acara televisi itu ia selalu ingat kapada Tuhan dan selalu menyempatkan diri untuk shalat malam. “Di depan rumah saya ada lapang kosong, tiap malam saya selalu shalat di sana, rasanya sangat berbeda karena bisa memanjatkan doa di bawah langit dan bintang, indah sekali.” Ungkapnya. Anak-anaknyapun selau diajarkan untuk menegirimkan doa kepada orang tuanya sebelum tidur.

Anto jadul memang memiliki keunikan, bahkan keunikannya dalam pola makannya yang vegetarian, mungkin jika melihat perawakannya rasanya ia tidak cocok untuk menjadi seorang vegetarian. “Empat tahun vegetarian, dan dua tahun ini ga’ bisa makan nasi.” Ujarnya. Kelakuannya bisa digambarkan seperti seekor kuda, berpacu dengan waktu unruk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan orang lain, lalu lalang ke berbagai tempat dan hanya memakan dedaunan. Dedaunan yang ia dapat dari hasil keringatnya sendiri dan dengan upaya yang ia senangi.(df)
Selengkapnya...

Musik Jazz Merambah Generasi Muda


“Musik jazz dimana pun berada, mau tua mau muda bisa bikin orang tidak beranjak dari tempatnya”.Tegas Tompi, penyanyi jazz dengan ciri khas topi “kobo chan ala detektif” itu.

Antrian panjang mulai terlihat ketika menuju pintu masuk acara Jazz Goes to Campus (JGTC), minggu 23 November 2008 yang diadakan anak-anak ekonomi UI Depok. Acara ini sudah langganan tiap tahunnya diadakan dan ini yang ke-31 kalinya digelar.Muda-mudi wara-wiri berpakaian necis dan menarik. Pasangan bergandengan tangan seolah-olah menyambut kesenangan akan alunan lagu yang diperdengarkan para musisi jazz yang sedang bermain di panggung berukuran 8 x 10 meter dengan lampu-lampu panggung yang megah berkekuatan 10.000 watt.

Acara ini seolah-olah menghipnotis para pemuda dan pemudi untuk tetap antusias menonoton dan menikmati sajian musik jazz. Walaupun sekitar jam setengah lima sore hujan turun begitu lebat dan mengakibatkan penghentian acara untuk sementara aura lebih dari 2500 penonton begitu menghangatkan dinginnya hujan, suasana tersebut berlangsung sekitar satu jam lebih dan kemudian acara dilanjutkan kembali.

Terlepas dari acara tersebut, sebenarnya ada hal apa yang membuat musik jazz ini sangat digandrungi oleh para anak muda?Kita mungkin bisa mengira-ngira jawabannya. Irvin (20) dan Ari (23), “kita udah langganan dari smp dateng kesini, bagi kita musik jazz menarik beda sama musik-musik lainnya” tutur pasangan mencolok, bukan karena kelakuannya tetapi karena mereka menggunakan costum yang sama pada saat acara.

Musik jazz memang selalu identik dengan musik orang tua, apalagi itu didukung dengan pemain musik jazz yang kebanyakan berusia di atas lima puluh tahun. Asumsi yang beredar di masyarakat itu disangkal oleh tompi, salah satu penyanyi jazz yang juga seorang dokter, “Musik jazz dimana pun berada, mau tua mau muda bisa bikin orang tidak beranjak dari tempatnya, dulu waktu saya masih mahasiswa saya hanya jadi penonton di acara ini dan saya sangat menikmati”. Hal senada juga dilontarkan penyanyi jazz legendaris yang baru mendapat award lifetime achievement Margie Segers (58), “Jazz itu ga’ akan mati, jazz itu mau dibilang umurnya berapa yang menikmati pokonya selama masih ada tenaga, selama masih ada spirit, musik jazz akan tetap bisa dinikmati.

Di tengah-tengah maraknya pemberitaan tentang kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa, justru mahasiswa UI malah membuktikan rasa peduli mereka terhadap sesama dengan menyelenggarakan acara ini. Sekarang saatnya anak muda untuk memeberikan yang terbaik bagi dirinya dan bagi orang lain di sekitarnya. Musik jazz sebagai salah satu sarana dari berubu sarana yang bisa mempersatukan kebersamaan bangsa dan negara ini.(df)

Selengkapnya...

CUP Ala Mini Olimpic



Lagi-lagi anak bulungan beraksi, tapi kali ini aksinya bukan yang negatif lho! Kita longok kawasan Senayan, Jakarta mulai tanggal 27 Desember 2008 sampai 3 Januari 2009 sedang diselenggarakan pertandingan olah raga antar SMA terbesar se- Indonesia yang diberi nama Bulungan Cup atau Bulcup

Acara ini sebenarnya sudah tiap tahunnya diselenggarakan oleh siswa-siswi SMA 70 Bulungan, Jakarta, kali ini Bulcp digelar untuk ke-10 kalinya dengan mengangkat tema “Feel The Victory in The Glorious Journey”. Sesuai dengan temanya, mereka berencana untuk membuat cup ini menjadi mini olimpic. Ga’ tanggung-tanggung 16 cabang dipertandingkan diantaranya 10 cabang dari olah raga seperti basket, futsal, voli, softball, karate, taekwondo, tinju, panjat dinding, jujitsu, cheerleading. Serta 6 cabang kesenian seperti modern dance, tari saman, rally photo, grafitty, choir dan band audition. Balikpapan, Bali, Kalimantan, Sumatera, Bandung, Madiun, Kediri, Surabaya juga menngirimkan kontingen mereka ke ajang Bulcup ini.

Sekitar 400 siswa yang tergabung menjadi panitia juga nberbaik hati lho, tahun ini mereka memberi tiket gratis kepada penonton alias masknya ga’ bayar tapi itu ga’ termasuk untuk closing ceremonynya! Karena bakalan ada penampilan dari maliq n d’essentials, d’masiv, twentyfirst night dan artis dari luar yaitu Comodo Jones yang ikut memeriahkan acara penutupan mini olimpic tersebut.(df)
Selengkapnya...